Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh . . Jadwal Majelis Ta’lim Nurul Musthofa Lil Al-Habib Ghasim Syami Bin Ja'far Assegaf . . Selasa, 1 Oktober 2013 ( Pkl 20:00 WIB ) . . Bertempat di : Rawa Kuning, Pulo Gebang, Cakung - Jakarta Timur . . Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh . . Jadwal Majelis Ta’lim Nurul Musthofa Lil Al-Habib Hasan Bin Ja'far Assegaf . . Sabtu, 5 Oktober 2013 ( Pkl 20:00 WIB ) . . Bertempat di : Jl. Pilar Mas Raya, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, - Jakarta Selatan . .

Selasa, 28 Mei 2013

SYIRILLAH YAA RAMDAHAN

Ini bulan bulan yang suci
Bulan umat umatnya nabi
Bulan romadhon penyejuk hati
Untuk ibadah setiap hari

Jika puasa tinggalkan dosa
Sucikan hati dari tercela
Adab di bulan suci yang mulia
Tidaklah boleh saling menghina

Banyaklah banyak baca al-qur'an
Ibadah di waktu siang dan malam
Dzikir sholawat jangan di tinggal
Hidup dan mati akan senang

Bulan romadhon bulan ampunan
Siapa sungguh akan senang
Dari belenggu nafsu dan syaithan
Idulfitri akan girang

Banyak shodakoh jangan di tinggal
Sholat tarawih jangan di tinggal
Bayarlah zakat untuk ampunan
Idulfitri akan senang

Lailatul qodar malam ampunan
Siapa dapat akan senang
Malaikat turun bawa ampunan
Dari Allah siang dan malam

Romadhon suci tiada arti
Jika hati tetap keji
Buruk sangka setiap hari
Pada sesama makhluk-Nya Robbi

Ayo semua muliakan hati
Di bulan suci setiap hari
Sholat tarawih jangan di henti
Sampai datang idulfitri

Ini sya'ir sya'ir pesan
Dari alfaqir Habib Hasan
Agar semua pakai aturan
Syari'at nabi jangan di tinggal

YAA SAYYIDI YAA RASULULLAH

Wahai Tuhan Allah Ta'ala
Hidupkan Hati dengan cahaya
Cahaya Nabi,Nabi yang mulia
Nabi pemberi penuntun surga

Yaa Allah wahai Tuhan hamba
Pandangilah dengan ridho semata
Curahkan rahmat dialam dunia
Agar bertemu Nabi yang mulia

Yaa Allah Tuhan dirikan hamba
Dengan ridhoMu Yang Maha Mulia
Jangan kau lirik sebagai hamba
Hamba yang jauh dari cahaya


Kumpulkan hamba dengan ridhoMu
Jauhkan hamba dengan siksaMu
Dekatkan hamba dengan rahmatMu
Masukan hamba pada surgaMu

Dihari ini kami berdo'a
Mengucap nama Nabi yang mulia
Bersihkan hati dari dosa
Jauhkan diri dari neraka

Shalawat salam padamu Nabi
Bersama keluargamu yang suci
Dan sahabatmu yang pemberani
Membelamu sampai mati

Syair ini syair saqolain
Cucunya Nabi,Hasan dan Husen
Keturunannya tertera di Qur'an
Pengikutnya dibenci syaitan

Dengan Bismillah kami awali
Alhamdulillah kami akhiri
Puji zat Tuhan Yang Maha Tinggi
Wahai Illahi Allahu Robbi

YAA ROBBIBIL MUSTHOFA (VERSI INDONESIA)

Wahai Raja Yang Esa
Engkau Maha Kuasa
Hamba Yang Banyak Dosa
Mengharap Balasan Cinta

Hidup Tiada Daya
Hidup Tanpa Kuasa
Bagi Hamba Yang Hina
Hanya RahmatMu Semata

Duduk Di Majlis Ilmu
Mengharap Ridho Guru
Duduk Di Majlis Ilmu
Untuk Mendapat RidhoMu

Jauh Kaki Melangkah
Mengharap Ampunan Dosa
Dari Allah Yang Kuasa
Tuhan Yang Maha Esa

Kecil Maupun Besar
Tua Maupun Muda
Mengharapkan Cahaya
Dari Nabi Yang Mulia

Nabi Penuntun Umat
Rosul Nabi Muhammad
Nabi Penuntun Umat
Dunia Sampai Akherat

Berkahnya Para Wali
Hidup Jadi Berarti
Berkahnya Para Wali
Jalan Menjadi Suci

Puji Syukur Semata
Bagi Allah Ta'ala
Yang Mengumpulkan Hamba
Di Majlis Nurul Musthofa

YAA ARHAMARROHIMIN (Versi INDONESIA)

Ini teriakan hati
Dari ilmu ilaahi
Mencoba menutup diri
Dari ujian robbii

Dengarlah wahai pecinta
Semua nasehat mulia
Dari hamba yg hina
Mengharap ampunan dosa

Bila engkau terluka
Dari hempitan jiwa
Janganlah kau berduka
Semua karena cinta

Fitnah hasud dan iri
Semua akan matii
Hancurkan diri sndri
Karena menantang robbi

Jauhkan penyakit hati
Bersabar setiap hari
Walau diri di caci
Itu nikmat ilaahii

Cukuplah Alloh pemberi
Penulung penyakit hati
Dari hasud dan dengki
Manusia tak tahu diri

Sholawat kepda nabi
Hancurkan musuh ilaahi
Berkahnya para wali
Semua akan terbukti

Pecinta Nabi yang suci
Tak mundur walau dicaci
Berkah Qur'an dan Nabi
Berjuang sampai mati

Jumat, 24 Mei 2013

Biografi Al-Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf

Al-Habib Hasan Bin Ja`far Bin Umar Bin Ja`far Bin Syeckh Bin Segaf Bin Ahmad Bin Abdullah Bin Alwi Bin Abdullah Bin Ahmad Bin Abdurrahman Bin Ahmad Bin Abdurahman Bin Alwi Bin Ahmad Bin Alwi Bin Syeckh Abdurrahman Segaf Bin Muhammad Maula Dawilaih Bin Ali Bin Alwi Guyur Bin (Al-Faqihil Muqaddam) Muhamad Bin Ali Bin Muhammad Shohibul Marboth Bin
Ali Gholi Ghosam Bin Alwi Bin Muhammad Bin Alwi Bin Ubaidillah Bin Ahmad Al-Muhajir Bin Isa Bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Sodiq Bin Muhammad Al-Baqir Bin Ali Zaenal Abidin Bin Al-Imam Husein Assibit Bin Imam Ali KWH Bin Fatimah Al-Batul Binti Nabi Muhammad SAW. 

Beliau lahir pada tahun 1977 di Kramat Empang Bogor, guru mengaji beliau di waktu kecil untuk mengenal huruf adalah Syaikh Usman Baraja dan di dalam bahasa Arab oleh Syaikh Abdul Qodir Ba’salamah, dalam ilmu Nahwu dah Shorof oleh Syaikh Ahmad Bafadhol.

Seperti biasanya di siang hari aktifitas beliau seperti aktifitas anak-anak pada umumnya yaitu belajar di SD, SMP, SMA dan di lanjutkan di IAIN Sunan Ampel Malang.

Beranjak dewasa beliau bersama kakeknya Al Habib Husein bin Abdulloh bin Mukhsin Al Attas di rumah Habib Keramat Empang Bogor sering menyambut tamu-tamu yang mulia dan mendapatkan do’a-do’a dari mereka, di antara tamu tersebut adalah :

- Al Habib Abdul Qodir bin Ahmad Assegaf (Jeddah)

- Al Habib Muhammad bin Alwi Al Maliki (Mekkah)

- Al Habib Hasan bin Abdulloh As-Syathiri (Tarim)

- Al Habib Umar bin Hud Al Attas (Cipayung, Bogor)

- Al Habib Ahmad bin Muhammad Al Haddad (Condet, Jakarta)

- Al Habib Muhammad bin Ali Habsyi (Kwitang, Jakarta)

- Al Habib Abdulloh bin Husein Syami Al Attas (Jakarta)

- Al Habib Muhammad bin Abdulloh Al Habsyi (Banyuwangi)

- Al Habib Idrus Al Habsyi (Surabaya)

- Al Habib Muhammad Anis bin Alwi AL Habsyi (Solo)

dan masih banyak lagi para alim ulama yang beliau temui di kala mereka ingin berziarah ke Maqam kakek beliau Al Habib Abdulloh bin Mukhsin Al Attas, di karenakan do’a-do’a dari para alim ulama tersebut akhirnya beliau dapat meneruskan belajar ke pesantren Darul Hadist Al Faqihiyah, Malang, Sebagai pengasuh dan pendiri yang mulia yaitu Al Imam Al Qutub Al Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bil Faqih dan Al Imam AL Qutub Al Habib Abdulloh bin Abdul Qadir Bil Faqih berserta putra-putranya selama beberapa tahun, dan meneruskan kepada beberapa guru yang di temuinya salah satunya adalah :

- Syaikh Abdulloh Abdun

- Al Habib Hasan bin Ahmad Baharun

- Al Habib Al Alamah Al Barokah Abdurrahman bin Ahmad Assegaf

Ilmu dan pengalaman yang di carinya selama beberapa tahun menjadikan pengenalan yang lebih terhadap diri dan jati dirinya, di karenakan keberkahan sang guru dan alim ulama.

Selepas menuntut ilmu yang beliau cari dari kota Malang dan lain-lainnya beliau memutuskan untuk belajar bersama alim ulama yang berada di Jakarta dengan para Kiyai-Kiyai dan para Habaib.

Selama 1 tahun beliau tidak keluar rumah kecuali untuk berziarah ke Maqom kakeknya Al Habib Abdulloh bin Mukhsin AL Attas dan menghabiskan waktunya di kamar untuk bersyukur dan bertafakur kepada Allah SWT guna mengamalkan ilmu yang telah di ajarkan oleh guru-guru beliau yang pada akhirnya beliau mendapatkan Bisyaroh (Petunjuk) untuk mengajarkan ilmu Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad SAW.

Fitnah, cacian, makian serta hasut selalu menjadi kawan beliau dari ancaman dari orang-orang yang belum mendapat petunjuk Allah SWT, dengan hati yang teguh prinsip dan yakin akan kebesaran Allah SWT dan Rasul-Nya tidak membuat gentar perjuangan beliau untuk berdakwah, sehingga Allah menghendaki beberapa murid yang mengikuti beliau untuk menggali ilmu kepadanya, dan Allah pun tidak mendiamkan hamba-hambanya yang berdekatan dengan beliau tanpa ujian.

Cobaan terus berlanjut sampai akhirnya beliau di tinggal oleh Ayahandanya yaitu Al Habib Ja’far bin Umar Assegaf, kesabaran itulah jawabannya yang akhirnya Allah SWT mengizinkan dari hamba-hambanya yang hanya beberapa orang bertambah menjadi ratusan orang yang belajar menuntut ilmu kepadanya.

Tahun demi tahun berlalu ujianpun bertambah tetapi karunai Allah SWT selalu di atas kepalanya yang kepada akhirnya Allah SWT menghibur dengan memperbanyak para hamba-hambanya untuk mengikutinya dan di namai perkumpulannya dengan nama “Majlis Nurul Musthofa”.

Beliau menikahi salah satu cucu putri keturunan Rasululloh SAW yaitu Syarifah Muznah binti Ahmad Al Haddad (Al Hawi) dan mempunyai satu orang putri dan 2 orang putra kemudian Allah SWT menghibur beliau dengan mengaruniai satu bidang tanah yang untuk di tinggali oleh beliau dan keluarganya serta murid-muridnya sehingga Allah SWT mengizinkan pula kepada beliau untuk berziarah ke luar negri seperti Yaman, Abu Dabi, Arab Saudi, dll.

Dengan karunia Allah SWT inilah Majlis Nurul Musthofa yang beliau bina dengan cara mensyiarkan Sholawat dan Salam kepada Nabi Muhammad SAW serta mengenalkan pribadi Rasululloh SAW sebagai suri tauladan manusia sehingga dapat merebut hati manusia sebanyak 50.000 orang untuk bersholawat kepada Rasululloh SAW setiap minggunya.

Majlis yang beliau bina turut pula di do’akan oleh para alim ulama terkemuka pada zaman sekarang ini dan sempat duduk di Majlisnya di antaranya adalah :

- AL Habib Muhammad Anis bin Alwi Al Habsyi

- Al Habib Abdurrahman bin Alwi Assegaf

- Al Habib Abdurrahman bin Muhammad Al Habsyi

- Al Habib Abdurrahman bin Muhammad Bil Faqih

- Al Habib Salim bin Abdulloh As-Syathiri

Serta masih banyak lagi yang lainnya yang tersimpan kedatangan beliau di file Majlis Nurul Musthofa.

Di dalam Majlis pun di bacakan Kitab Annashohidiniyyah karangan Al Habib Abdulloh bin Alwi Al Haddad dan berbagai kitab lainnya yang di karang oleh para Salaffuna Sholihin.

Semoga dengan sedikit biografi yang ringkas ini Allah selalu menjaga, melindungi syiar Islam di seluruh dunia dan menjadikan kita sebagai hamba-hamba Allah yang tidak putus dengan Rahmat-Nya.

Biografi Al-Habib Abdullah Bin Ja'far Assegaf

Abahnya sering bercerita, ada satu keluarga memiliki empat orang putra. Keempat putranya itu menjadi orang besar karena putra pertamanya lebih dahulu menjadi orang besar…

Tiba di lingkungan pesantren yang asri, perasaannya yang dari semula memang tidak tertarik dengan dunia pesantren tidak juga berubah. Masa-masa di SD dan SMP masih teramat indah tertanam di benaknya. Hobinya terhadap pelajaran Matematika dan ilmu-ilmu pengetahuan alam sejak duduk di bangku SD telah melahirkan tekad dalam hatinya untuk meneruskan pendidikan di sekolah-sekolah umum hingga tingkat yang paling tinggi.

“Ente bener mau tinggal di pesantren?” Pertanyaan ringan itu sontak membuyarkan angan-angannya. Namun wibawa dan kharisma penanya yang berada di hadapannya itu membuatnya tidak mampu berpikir jawaban apa yang harus diucapkannya.
“Mau, Bib.”
“Bener betah? Di pesantren nggak enak. Di pesantren makannya tempe. Di sisni tidurnya nggak enak. Semuanya nggak enak.”
“Bener, Bib.”

Tiba-tiba sang penanya yang penuh kharisma tadi memanggil salah seorang santri yang masih sangat kecil. Kira-kira ia duduk di bangku SD.
“Masmuk (siapa namamu)?” tanya sang habib  kepada santri kecil itu.
“Ismi Fulan (Namaku Fulan).”

Setiap pertanyaan yang diajukan dijawab oleh santri belia itu dengan bahasa Arab yang fasih dan benar.

Tanpa disadari, pemandangan itu sangat menyentuh bathinnya. Hatinya mulai berkecamuk. Tanpa disadari, hatinya berbisik, “Ya Allah, anak kecil ini bukan habaib, bukan orang Arab, tetapi begitu fasihnya menuturkan ungngkapan-ungkapan percakapan bahasa Arab. Sedangkan aku sendiri, salah seorang dzurriyyah Rasulullah SAW, cucu para kakek yang alim, tidak tahu sama sekali ihwal bahasa Arab.”

Sejak saat itu, hatinya mulai tertarik pada dunia pesantren. Tekadnya untuk menguasai ilmu-ilmu agama, tanpa disadarinya, mulai tumbuh dalam hatinya. Kharisma yang terpancar dari pribadi besar, yang tidak lain adalah Habib Hasan Baharun, pengasuh PP Darul Lughah Waddakwah, Bangil, yang kemudian menjadi guru futuhnya, telah merasuk ke dalam sanubarinya, membuyarkan semua angan dan cita-cita yang selama itu di pendamnya untuk melanjutkan pendidikan di sekolah umum.

Siapakah sosok anak muda itu? Tak lain dialah Habib Abdullah bin Ja`far Assegaf.

Harus Tetap Melihat kepada Kakak
Selepas menjamu tim alKisah berbuka puasa di Sekretariat Majelis Nurul Musthofa, Jln. R.M. Kahfi 1 Gg. Manggis, Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan, sebelum mengimami shalat Tarawih, Habib Abdullah menuturkan kisah-kisah pengalamannya, dari masa kanak-kanak hingga aktivitasnya terjun di dunia dakwah, kepada alKisah.

Habib Abdullah, atau lengkapnya Habib Abdullah bin Ja`far bin Umar bin Ja`far bin Syeckh bin Segaf Assegaf, lahir di Empang Bogor pada hari Senin 8 Juni 1981, bertepatan dengan 5 Sya`ban 1401 H.

Ia adalah putra kedua pasangan Habib Ja`far Assegaf dengan Syarifah Fathmah binti Hasan bin Muhsin bin Abdullah bin Muhsin Al-Attas. Ia adik kandung Habib Hasan bin Ja`far Assegaf, pengasuh dan pendiri Majelis Nurul Musthofa. Kedua adiknya yang juga kini sudah terjun di dunia dakwah adalah Habib Musthofa dan Habib Qosim.

Sejak kecil Habib Abdullah dididik dengan pendidikan agama yang ketat. Sang ayah, Habib Ja`far, sangat keras dalam mengawasi perkembangan anak-anaknya, terutama dalam hal menanamkan pengetahuan agama. Tak mengherankan, di samping belajar di madrasah, Habib Abdullah juga belajar ngaji kepada seorang ustadz yang sengaja dipanggil datang ke rumah.

Di usia tujuh tahun, Habib Abdullah sudah diwajibkan untuk tidak lepas membaca Ratib Al-Attas selepas shalat Maghrib.

Setelah ratiban, selepas shalat Maghrib, ia berangkat ke madrasah sampai jam setengah sembilan malam. Sedangkan di pagi harinya, ia belajar di SDN Empang 2 Bogor. “Waktu itu Abah selalu berpesan, ‘Kamu harus jadi orang alim. Tapi kamu harus tetap melihat kepada kakak kamu (Habib Hasan)’.”

Habib Abdullah menuturkan bahwa abahnya sering bercerita, ada satu keluarga memiliki empat orang putra. Keempat putranya itu menjadi orang besar karena putra pertamanya lebih dahulu menjadi orang besar. “Abah bilang, insya Allah kakakmu, Hasan, bakal jadi.” Karenanya, sejak kecil, Habib Abdullah selalu disarankan oleh abahnya untuk mengikuti jejak kakaknya, Habib Hasan. Itulah sebabnya, baginya, Habib Hasan bukan sekadar kakak, tetapi juga guru dan pembimbing yang diteladaninya.

Lulus dari SD tahun 1993, Habib Abdullah melanjutkan belajar ke SMPN 10 Cipaku dan lulus tahun 1996.

Setamat dari SMP, ia, yang selama itu selalu meraih peringkat sepuluh besar dan sangat menyukai pelajaran Matematika dan Fisika, tidak memiliki tekad lain kecuali masuk ke sekolah menengah atas favorit. Maka ia pun mendaftarkan diri dan diterima di SMAN 4 Bogor.

Namun ternyata sang ayah tidak mengizinkannya untuk melanjutkan ke sekolah umum, dan bermaksud memasukkannya ke pesantren. Meski demikian Habib Abdullah tetap bersikeras untuk tetap melanjutkan pendidikan di sekolah umum, sampai-sampai ayahnya berkata, “Abah masukin kamu SD, SMP, biar bisa baca tulis, biar enggak dibohongin orang. Abah mau kamu mendalami agama. Kalau mau melanjutkan ke sekolah umum, silakan cari duit sendiri.”

“Tapi waktu itu saya tetap keukeuh dengan pendirian untuk masuk ke sekolah umum sampai-sampai Abah ngediemin saya,” kata Habib Abdullah mengenang abahnya, yang wafat tahun 2002.

Setelah kurang lebih enam bulan lamanya, akhirnya Habib Abdullah menyerah. “Ya udah deh, Abah, saya nyerah, terserah Abah aja kalau memang mau masukin saya ke pesantren.”

Selama enam bulan itu, Habib Abdullah meniru apa yang dilakukan Habib Hasan. Setiap hari yang dilakukannya hanya pulang-pergi dari rumah ke masjid.

Tidak lama kemudian Habib Abdullah dikirim ke pesantren Habib Nagib di Bekasi.

Namun baru beberapa hari, suasana pesantren, yang sama sekali baru bagi Habib Abdullah, sudah membuatnya tidak kerasan, terlebih lagi sejak awal ia tidak berminat untuk masuk ke pesantren. “Saya pun langsung nelepon Abah, saya sengaja bikin-bikin kisah-kisah yang nggak enak ke Abah…. Pokoknya yang penting waktu itu saya bisa pulang.”
“Sudah bisa baca Maulid belum?”
“Belum, Abah.”
“Nggak bisa. Kalau sudah bisa baca Maulid, kamu baru boleh pulang.”

Mendengar kata-kata sang ayah, akhirnya Habib Abdullah menggunakan waktu sepenuhnya untuk mempelajari Maulid, agar secepatnya bisa pulang. Kurang lebih tiga bulan lamanya, dan Maulid Al-Habsyi pun sudah dikuasainya dengan baik.

Habib Abdullah pun kemudian dijemput pulang kembali ke Empang.

Di pertengahan tahun 2007, Habib Abdullah diantar oleh Habib Hasan menuju Pesantren Darullughah Waddakwah (Dalwa). Di pesantren inilah, setelah bertemu dengan Habib Hasan Baharun, pandangan Habib Abdullah tentang pesantren dan dunianya mulai berubah. Mulai saat itu tekad dan cintanya sepenuhnya untuk pesantren.

“Waktu itu, ketika dites, karena semua materinya kebanyakan bahasa Arab, sedangkan membaca Al-Qur’an saja yang saya bisa, akhirnya saya pun ditempatkan di kelas III Ibtidaiyah Diniyah.” Adapun untuk Mu`adalahnya (sekolah persetaraan)-nya, Habib Abdullah tetap melanjutkan ke tingkat Aliyah hingga tamat dan mendapatkan ijazah.

Tahun 2000 adalah tahun duka bagi Habib Abdullah. Pada tahun itu, sang guru ruhani, Habib Hasan Baharun, dipanggil oleh Allah SWT. Pada tahun itu juga, Habib Abdullah mohon diri kepada Habib Zein bin Hasan Baharun, penerus Habib Hasan, untuk melanjutkan pendidikan Diniyahnya ke Hadhramaut di bawah tanggungan Habib Abdullah Krasak, yang masih termasuk keluarga dari ibunya.

Namun Allah berkehendak lain. Sebelum ia berangkat ke Hadhramaut, Habib Abdullah Krasak sudah terlebih dahulu dipanggil menghadap Allah SWT.

Sepeninggal Habib Abdullah Krasak, Habib Abdullah meminta pendapat Habib Shodiq Baharun, adik Habib Hasan Baharun, untuk langkah selanjutnya. Atas saran beliau, Habib Abdullah diminta untuk datang ke Darul Musthofa, Batik Keris, Solo, untuk membantu-bantu Habib Sholeh, pengasuh pesantren.

Di Solo, selain membantu di Darul Musthofa, Habib Abdullah juga aktif mendatangi majelis Habib Anis Solo untuk menimba ilmu kepada beliau.

Belum setahun tinggal di Darul Musthofa, Habib Hasan, yang waktu itu sudah memiliki majelis yang besar, meneleponnya untuk kembali ke Jakarta. Habib Hasan memintanya agar aktif membantu di Majelis Nurul Mushthofa. “Karena keinginan Habib Hasan tidak lain hanya agar masyarakat Jabodetabek ini, khususnya, dan masyarakat Indonesia, pada umumnya, mengenal dan mencintai Rasulullah, untuk membatu dan meneruskan apa-apa yang sudah dilakukan oleh para alim ulama, asatidz, kiai, dan habaib, selama ini,” kata Habib Abdullah.

Kini, selain diamanati sebagai ketua Yayasan Nurul Mushthofa, Habib Abdullah juga dipercaya untuk mengasuh Nurul Mushthofa wilayah Ciganjur dan sekitarnya serta mendampingi Habib Hasan di setiap kegiatan gabungan majelis Nurul Mushthofa.

Tahun 2004, Habib Abdullah menikah dengan Syarifah Fathimah binti Umar bin Alwi Al-Haddad dan kini sudah dikaruniai tiga orang putra. “Yang tertua bernama Muhammad, kedua Abdurrahman, dan yang ketiganya masih dalam kandungan.”

“Ganti Namanya dengan Nama Ane”
Sebelum mengakhiri kisahnya, Habib Abdullah menuturkan satu kenangan terindah bersama Al-Walid Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf, meskipun ia sendiri belum sempat mengaji kepada beliau.

Ketika putra keduanya lahir, Habib Abdullah memberinya nama “Muhsin”, mengambil dari nama kakeknya, Habib Muhsin bin Abdullah bin Muhsin Al-Aththas. Namun putranya itu lahir dalam kondisi sangat kritis.

Dalam situasi semacam itu, Habib Abdullah hanya pasrah kepada Allah. Ia pun shalat Hajat dan memohon kesembuhan sang putra tercintanya. Tapi hari demi hari kondisi sang putra belum juga menunjukkan tanda-tanda adanya perubahan.

Melihat situasi seperti itu, Habib Hasan, sang kakak, menyarankan agar Habib Abdullah pergi menemui Al-Walid Habib Abdurrahman Assegaf Bukit Duri untuk meminta “air”, karena beliau adalah wali min awliyaillah, wali di antara wali-wali Allah.

Tanpa pikir panjang lagi, Habib Abdullah segera menuju ke kediaman Al-Walid dan mengutarakan maksud dan tujuannya.
“Nama anak ente siape?”
“Muhsin, Bib.”
“Dari mane nama itu diambil?”
“Ane ambil dari nama kakeknya, Bib. Muhsin bin Abdullah bin Muhsin Al-Aththas.”
Mendengar nama itu, Al-Walid diam sejenak.
“Emang namanya keberatan, Bib.”
“Ah, enggak. Bagus… bagus….”
Setelah minta air dan didoakan, Habib Abdullah pun segera mohon diri untuk kembali ke rumah sakit.
Namun belum lagi sampai di pintu majelis, tiba-tiba Al-Walid berseru, “Walad, ta`al… (Nak, sini…).”

Dengan wajah terkejut Habib Abdullah segera kembali menghampiri Al-Walid, yang masih duduk di tempat shalatnya.
“Ente mau anak ente sembuh, sehat.”
“Ye, Bib.”
“Ganti namanya dengan nama ane.”
Sontak saja, kata-kata Al-Walid, yang tidak diragukan lagi kewaliannya itu, bagaikan hujan membasahi bumi yang tengah kering kerontang dilanda kemarau panjang.
Tanpa menunda, saat itu juga Habib Abdullah langsung menelepon agar nama “Muhsin” yang diubah menjadi “Abdurrahman”.
“Alhamdulillah, mulai saat itu juga kondisi Abdurrahman berangsur-angsur membaik,” kata Habib Abdullah. “Ini sungguh merupakan keajaiban dari Allah….”

Maulid Addiya 'ullami

Bismillahirahmanirrahim
Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad, habibikasy sayfi’il musyaffa’
Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad a’lal wara rutbatan warfa’
Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad asmal baraya jahan wa awsa’
Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad wa-asluk bina rabbi khayra mahya’
Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad wa ‘afina wasyfi kulla muwja’
Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad wa ashlihil qalba wa’fu wanfa’
Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad wakfil mu’adi wa-asrifhu warda’
Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad tahullu fi hishnikal mumanna’
Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad rabbi ardla ‘anna ridlakal arfa’
Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad waj’al lana fil jinani majma’
Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad rafiq bina khayra khalqika ajma’
Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad ya rabbi shalli ‘alayhi wa sallim.

Allahumma shalli wa sallim wa barik ‘alayhi wa ‘ala alihi

A’dzubillahi manisy-syaythanirrajim
Bismillahirrahmanirrahim. Inna fatahna laka fathan mubinan. Liyaghfiralakallahu ma taqaddama min dzanbika wama ta-akh-khara wa yutimma ni;matahu ‘alayka wa yahdiyaka shirathan mustaqima. Wayanshurakallahu nashran ‘aziza. Laqad ja-akum rasulun min anfusikum ‘azizun ‘alayhi ma ‘anittum harishun ‘alaykum bil-mukminina raufun rahim. Fain tawallaw faqul hasbiyallahu la ilaha illa huwa ‘alayhi tawakkaltu wa huwa rabbul ‘arsyil ‘adhim. Innallaha wa malaikatahu yushalluna ‘alann nabi, ya ayyuhalladzina amanu shallu ‘alayhi wa sallimu taslima.

Allahumma shalli wa sallim wa barik ‘alayhi wa ‘ala alihi

Alhamdulillahilladzi hadana, bi;abdihil mukhtari man da’ana
Ilayhi bil idzni waqad nadana, labbayka ya man dallana wa hadana.
Shalla ‘alaykallahu bariukalladzi, bika ya musyaffa’u khash-shana wa habana
Ma’a alikal athhari ma’dini sirrika, al-asma fahum sufunun najati himana.
Wa a’ala shahabatikal kirami humatidi, nika ash-bahu liwalaihi ‘unwana
Wattabi’ina lahum bishidqin ma hada,hadil mawaddatai hayyajal asyjana.
Wallahi ma dzukiral habibu ladal muhib, illa wa adlha walihan nasywana.
Aynal muhibunalladzina ‘alayhimu, badzlun nufusi ma’an nafaisi hana.
La yasma’una bidzikri thahal musthafa, illa bihi anta’asyu wa adzhaba rana.
Fa-ahtajatil arwahu tasytaqul laqa, wa tuhinnu tas-alu rabbahar ridlwana.
Hakul muhibbina kadza fasma’ ila, siyaril musyaffa’I wa arhifil adzana.
Wa-anshit ila awshafi thahal mujtaba, wa ahdlir liqalbika yamtali-u wijdana.
(Ya rabbana shalli wa sallim daiman, ‘ala habibika man ilayka da’ana).

Allahumma shalli wa sallim wa barik ‘alayhi wa ‘ala alihi

Nabba-anallahu faqala: ja-akum nurun fasubhanalladzi anbana.
Wannuru thaha ‘abduhu man bihi, fi dzikrihi a’dzim bihi mannana.
Huwa rahmatul mawla ta-ammal qawlahu, ‘falyafrahu’ waghdu bihi farhana.
Mustamsikan bil’urwatil wutsqa wamu’, tashiman bihablillahi man ansyana.
Wastasy’iran anwara man qila; mata, kuntu nabiyyyan, qala: Adamu kana.
Baynat turabi wa bayna ma-in fastafiq, min ghaflatin ‘an dza wa kun yaqdhana.
Wa’bur ila asrari rabbi lam yazal, yanquluni baynal khiyari mushana.
Lam taftariq min syu’batayni illa ana, fi khayriha hatta buruziya ana.
Fa-ana khiyarun min khiyarin qad kharajat, min nikahin li ilahi shana.
Thahharahullahu hamahu akhtarahu, wa ma bara kamitslihi insane.
Wabihubbihi wabiszikrihi wan-nashri wat, tawqirirabbul ‘arsyi qad awshana.
(Ya rabana shalli wa sallim daiman, ‘ala habibika man ilayka da’ana).

Allahumma shalli wa sallim wa barik ‘alayhi wa ‘ala alihi.

Hadza waqad nasyaral ilahau nu’utahu, fil kutbi baynaha lana tibyana.
Akhadza mitsaqan nabiyyina lama, ataytukum min hikmatin ihsana.
Wa ja-akum rasuluna latukminunna, watanshuruna wa tushbihuna a’wana.
Wad basy-syaru aqwamahum bil musthafa, a’dzim bidzalika rutbatan wa makana.
Fahuwa wain ja-al alhirumuqaddamun, yamsyuna tahta liwai man nadana.
Ya ummatal islami awwalu syafi’in, wa musyaffa’in ana qath-thun la atwana.
Hatta unada arfa’ wa sal tu’tha wa qul, yusma’ liqawlikanajmu fakhrika bana.
Wa liwa-u hamdillahi jalla biyadi, wa la-awla ati anal jibana.
Wa akramul khalqi ‘alallahi ana, falaqad habakallahu minhu hanana.
Walasawfa yu’thika fatardla jalla min mu’thin taqashara ‘an athahu nahana.
Billahikarrir dzikra washfi Muhammadin, kayma tuziha ‘anil qulubir rana.
(Ya rabbana shalli wa sallim daiman, ‘ala habibika man ilayka da’ana).

Allahumma shalli wa sallim wa barik ‘alayhi wa ‘ala alihi

Lamma dana waqtul buruzi liahmadin, ‘an idzni man sya-ahu qad kana.
Hamalat bihil ummul aminatu bintu Wah, bin man laha a’lal ilahu makana.
Min waladil mukhtari ‘abdillahi bin, ‘Abdin lilmuth-thalibi ra-al burhana.
Qad kana yaghmuru nuru thaha wajhuhu, wasara ilal ibnil mashuni ‘ayana.
Wahuwabnu Hasyimil karimisy-syahmi bin, ‘abdimanafin ibni qushay kana.
Waliduhu yud’a hakiman syaknuhu, qad I’tala a’ziz bidzalika syana.
Wahfadh ushulal musthafa hatta tara, fisilsilati ushulihi ‘adnana.
Fahunaka qif wa’lam biraf’ihi ila is, mai’ila kana lil-abi mi’wana.
Wa hinama hamalat bihi aminatun, lam tasyku syay-an yak-khudzun niswana.
Wabiha ahathal-luthfu min rabbis sama, aqshal adza wal hamma wal ahzana.
War a-at kama qad ja-a ma ‘alimta bih, annal muhaymina syarrafal akwana.
Bith-thuhri man fi bathniha fastabsyarat, wadanal makhadlu fa-utri’at ridl-wana.
(subhanallahi wal hamdulillahi wala ilaha illallahu wallahu akbar. 4x. Wala hawla wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adhim fi kulli lah-dhatin abadan ‘adada khalqihi wa ridlanafsihi wa zinata ‘arsyihi wa midada kalimatihi).
Wa tajallatil anwaru min kullil jiha, ti fawaqtu miladil musyaffa’I hana.
Wa qubayla fajrin abrazat syamsul huda, dhaharal habibu mukarraman wamushana.

Shallallahu ‘ala Muhammad, shallalahu ‘alayhi wa sallam.

Ya nabi salam ‘alayka, ya rasul salam ‘alayka.
Ya habiub salam ‘alayka, shalawatullahi ‘alayka.
Abrazallahul musyaffa’, shahibal qadril muraffa’.
Famalannurun nawahi, ‘amma kullil kawni ajma’.
Nukisat ashnamu syirkin, wa binasy-syirku tashadda’.
Wadanal waqtul hidayah, wahimal kufri taza’za’.
Marhaban ahlan wa sahlan, bika ya dzal qadril arfa’.
Ya imamahlir risalah, man bihi afatu tudfa’.
Anta fil hasyri miladun, laka kullul khalqi tafza’.
Wayunaduna tara ma, qad daha min hawlin aqtha’.

Thala’al badru ‘alayna. Min tsaniyyatil wada’i.
Wajabasy-syukru ‘alayna. Ma da’a lillahi da’i.
Falaha anta fatasjud, watunada asyfa’ tusyaffa’.
Fa’alaykallahu shalla, ma badan nuru wa sya’sya’.
Wa bikarrahmanu nas-al, wa ilahul ‘arsyi yasma’.
Ya adhiman manni ya rabb, syamlana bilmusthafajma’.
Wa bhihi fandhur ilayna, wa’thina bih kulla math-ma’.
Wakfina kullal balaya, wadfa’il afati warfa’.
Rabbi fahgfir li dzunubi, bibarkatil hadil musyaffa’.
Wasyqina ya rabb aghitsna. Bihaya hath-thali bahma’.
Wakhtimil ‘umra bihusna, wa ahsinil’uqba wa marja’.
Wa shalatullahi taghsya, man lahul husnu tajamma’.
Ahmadath-thuhri wa alih, wash-shahabah mas-sanasya’.

Allahumma shalli wa sallim wa barik ‘alayhi wa ‘ala alihi.

Wulidal habibu fakharra sajidan, lillahi man ansyana wa barana.
Wa ri’ayatulmawla tuhithu biahmadin, fi kulli hinin bathinan wa ‘ayana.
Qad ardla’athul ummu tsumma tsuwaybatun, wa halimatun man sa’duha qad bana.
Qad basy-syarat tsuwaybatun sayyidaha, aba lahabin a’taqaha farhana.
Lam yansa khaliquna lahu farhatahu, bil mush-thafa wa bidzal haditsu atana.
Annal ‘adzaba mukhaffafun fi kulli its, nayni lifarhatihi biman wafana.
Hadza ma’al kufri fakayfa bfarhatin, min dzi fu-adin imtala iymana.
Wa ra-at halimatun ma ra-at min baraka, ti Muhammadin ma khayral adz-hana.
Darra lahuts-tsdyu waqad kana abnuha, yabitu yabki musghaban jay’ana.
Lakinnahu laylata an ja-al habi, bu bata mawfurar ridla syab’ana.
Da darratin nnaqatul bana wa qad, samunat duwaybatuha fakana syana.
Ankarahu rifqatuha wasallamat, asy-jarun ahjarun ‘ala mawlana.
Subhana man anthaqa asy-jara wa ah, jaran tuhayyil musthafa subhana.
(Ya rabbana shalli wa sallim daiman, ‘ala habbika man ilayka da’ana.)

Allahumma shalli wa sallim wa barik ‘alayhi wa ‘ala alihi.

Hadza waqad nasya-al habibu bisiratin, mardliyatin wama ata ‘ishyana.
Tar’ahu ‘aynullahi man addabahu, ahsana takdiban nabiyy ihsana.
Fanasya shaduqan muhsinan dza ‘iffatin, wa futuwwatin wa amanatin mi’wana.
Dza himmatin wa syaja’atin wa tawaqqurin, wa makarimin la tahtashi husbana.
Du’iyal aminu wahuwa fi ahlis sama, ni’mail aminu lahul muhayminu shana.
Dzahabat bihil ummu tazuru abahu fi, thaybata idz fihal himamu kana.
Wal mush-thafa fi bath-niha wa qad ata, ‘alayhi sittun min sinihil ana.
Wa qad atahal mawtu hina ruju’iha, fahabahu ‘abdul muth-thalibi hanana.
Sanatayni wafahul himamu fadlammahu, ‘ammun malal ‘athfu ‘alayhi janana.
Khatabathu bintu Khuwaylidin fil khamsi wal, ‘isyrina hazat bil musyaffa’I syana.
Qad haqqaqal mawla laha amalaha, nalat salaman ‘aliyan wa makana.
Wa halla mujsykilatan liwadl’il hararil, aswadi fil ka’bati hay-tsu abana.
‘An si’atil ‘aqli wawaqqadil hija, subhanaman ‘allamahu wa a’ana.
(Ya rabbana shali wa sallim daiman, ‘ala habibika man ilayka da’ana).

Allahumma shali wa sallim wa barik ‘alayhi wa ‘ala alihi.

Wa atahu Jibrilu biwahyillahi fi, ghari hirain ya’budurrahmana.

Wa dlammahuts-tsalatsa tsumma arsalahu, iqrak wa rabbuka ‘allamal insana.
Fada’a tsalatsan fi khafa faatahu an, ish-da’ bima tukmar bihi i’lana.
Katsural adza wa huwash-shaburu lirabbihi, wahuwasy-syakuru wa kana la yatawana.
Matat khadijatu wa Abu Thgalibin fil, khamsina fasytaddal adza fununa.
Wa ata tsaqifan da’iyan faramawhu bila, hari bal aghraw bihish-shibyana.
Malakul jibali ata faqala ath-biquha, faqala la bal artajil ‘uqbana.
Asra bihil mawla wa shalla khalfahurrus, lu wa syahada barzakhan wa jinana.
‘Arajal habibu ilas-samawatil ‘ula, wal ‘arsyi wal kursi ra-a mawlana.
Wal idznu bilhijrati ja-a liyatsriba, fabihiz-dahal baladul karimu wazana.
Fa-aqama asyran da’iyan wa mujahidan, wa shihabuhu kanu lahu a’wana.
La yarfa’una idza ata ashwatahum, bal ya yuhiddunal bashara im’ana.
Qadran wa ta’dhiman lisyakni Muhammadin, idz qad talaw fi fadl-lihi qurana.
Walaqad ra-aw min khulqihi ‘ajaban wa kam, qad syahadu ma khayyaral adz-hana.
Karaman wa ‘afwan was-sakha wa tawadlu’an, wal jidz’a hanna mahabbatan wa hanana.
Wal ma-amin baynil ashabi’I nabi’an, wal jaysya adl-ha syariban rayyana.
Wallahi qad adhumat ma’ajizu ahmadin, rafa’al muhayminu linnabiyyi makana.
Walaqad ghaza sab’an wa ‘isyrina ma’ash-,shahbi rijalan qad masyaw rukbana.
Akrim bihi wabishuhbihi wa bitabi’in, ya rabbi alhiqna bihim ihsana.
(Ya rabbana shali wa sallim daiman, ‘ala habibika man ilayka da’ana).

Allahumma shali wa sallim wa barik ‘alayhi wa ‘ala alihi.

Doa
Wa laqad asyartu lina’ti man awshafuhu, tuhyil quluba tuhayyijul asyjana.
Wallahu qad atsna ‘alayhi fama yusa, wil qawlu minni aw yakunu tsanana.
Lakinna hubban fis sarairi qad da’a, limadihi shafwati rabbina wahdana.
Waidzimtazajna bilmawaddati hahuna, narfa’u aydi faqrina wa rajana.
Lilwahidil ahadil ‘aliyyi ilahina, mutawassilina biman ilayhi da’ana.
Mukhtarihi wa habibihi wa shafiyyihi, zaynil wujudi bihil ilahu habana.
Ya rabbana ya rabbana ya rabbbana, bilmush-thafa aqbalna ajib da’wana.
Anta lana anta lana ya dukhrana, fi hadzihid dunya wafi ukhrana.
Ash-lih lanal ahwala waghfir dzanbana, wala tuakhidz rabbi in akhthana.
Wasluk bina fi nahji thahal mush-thafa, tsabbit ‘ala qadamil habibi khuthana.
Arina bifadl-lin minka thal’ata ahmadin, fi bahjatin ‘aynur ridla tar’ana.
Warbuth bihi fi kulli halin hablana, wa hibala man wadda waman walana.
Wal muhsinina waman ajaba nida-ana, wadzawil huquqi wa thaliban awshana.
Wal hadlirina wa sa’iyan fi jam’ina, ha nahnu bayna yadayka antara tarana.
Walaqad rajawnaka fahaqqiq suklana, wasma’ bifadl-lika ya sami’u du’ana.
Wan-shur binasunnata thaha fi biqa, il ardli waqma’ kulla man da’ana.
Wandhur ilayna wasqina kaksal hana, wasyfi wa ‘afi ‘ajilan mardlana.
Waqdli lanal hajati wahsin khatmana, ‘indal mamati wa ash-lihan ‘uqbana.
Ya rabbi wajma’na wa ahbaban lana, fi darikal firdawsi ya rajwana.
Bils-mush-thafa shalli ‘alayhi wa alihi, ma harrakat rihush-shaba agh-shana.
Subhana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifun, wa salamun ‘alal mursalin wal hamdulillahi rabbil’alamin.

Ash-shalatu wassalamu ‘alayka ya sayyidal mursalin.
Ash-shalatu wassalamu ‘alayka ya khatiman nabiyyin.
Ash-shalatu wassalamu ‘alayka ya man arsalahullahu rahmatan lil’alamin. Wa radliyallahu ta’ala ‘an ash-habi rasulillahi ajma’in. Amin.